Berawal Dari Mural


Jujur, kalau ditanya soal mural, saya tidak begitu paham. Yang saya tahu mural adalah salah satu jenis street art, itu saja. Pun saya sama sekali ngga punya potongan anak mural karena wajah saya yang polos-polos alim cenderung santri.

Tahun lalu saat ke Semarang, saya nemu banyak sekali mural bagus bertebaran dimana-mana tanpa bisa mengambil gambarnya. Sedikit nyesel, sampai akhirnya saya follow beberapa akun instagram yang suka posting mural-mural kece. Semakin kesini saya semakin menginginkan mural-mural itu. Kebetulan, pas temen ngajak jalan, curhatlah saya.

“Yo ayo Mblo… Aku pengene dolan sing iso digawe cerito. Golek mural wae piye?” kataku di messenger.

Lucky me punya temen yang easy going (baca: manutan). Keesokan harinya cabutlah kami ke SEMARANG (lagi). Seperti biasa, Kalijaga masih menjadi transportasi kecintaan kami menuju Semarang. Sampai pada saat segala macam kecintaan dan setetekbengeknya berubah menjadi kebetean luar biasa!!! Temen saya telat dan kami ketinggalan kereta. Ini adalah sefatal-fatalnya keterlambatan yang nggak kalah fatal dengan keterlambatan datang bulan sebelum menikah! Langsung dong bocah kucrut tadi saya semprot habis-habisan dengan muka masam dan serentetan omelan super pedas.


Ditambah lagi kami bukan tipe orang yang merencanakan perjalanan dengan sangat runtut dan sistematis. Gagal Plan A, kami nggak punya Plan B. Jadi setelah drama ketinggalan kereta, kami sempat adu argumen kecil-kecilan kemudian bengong-bengong bingung bentar kemudian semedi dan keesokan harinya kami sudah sampai Philadelphia! Yakali.

For the shake of Pancasila sila ke-3, kami berdamai dan memutuskan untuk memilih PO Taruna sebagai partner perjalanan kami. Ini adalah pengalaman pertama saya naik bus dengan kernet cewek. Udah gitu putih, badannya bagus dan wangi pula. Tapi tetep maskulin waktu dia teriak, “Manik… Manik….”

Dan sungguh, kami berdua tidak tahu menahu terminal di Semarang itu namanya apa aja, letaknya dimana aja, akses wisatanya gimana. Sampai waktu ditanya kernet di terminal, “Mangkang apa Terboyo, Mbak?” sekenanya aja jawab Terboyo karena Mangkang kurang enak dilafalkan. Abaikan.

Kami bener-bener nggak ngerti setelah dari Terboyo kami harus kemana. Kali ini keberadaan Google tidak begitu membantu, malah membuat saya semakin bingung. Phone a friend adalah jalan satu-satunya. Jadilah jam 06.00 saya sudah ngrecokin rumah tangga orang. Many thanks yey Bang Don :)

Entah jam berapa kami sampai di terminal Terboyo yang jelas saat itu kami belum sarapan tapi kami tidak lapar karena kenyang dengan kenyataan. Tsah. Meskipun sudah phone a friend tapi kami masih tetep bego. Wong udah dibilang turun pojokan terminal aja jangan ke dalam kami nekat turun di dalam. Yaudah tanya-tanyalah lagi, ke pos polisi. Seriusan kayak anak ilang.


Kota Lama, Hunting Mural yang Gagal

Berdasarkan penjabaran Pak Polisi, Kota Lama adalah wisata terdekat dari terminal Terboyo. Transportnya bisa naik Bus Trans Semarang seharga Rp 3000 langsung turun di shelter Kota Lama. Meskipun sudah pernah kesana but it’s ok, karena sudut ancient itu nggak pernah bosenin. Selain itu, saya pikir di Kota Lama akan ada banyak mural tersembunyi, tapi ternyata lebih banyak vandalnya daripada muralnya

Jalan pake hati
Langitnya...
Tanpa coret-coretan ini pasti bagus banget
Sengaja berlama-lama fotoin ini biar kecium aroma ikannya

Contemporary Art Gallery

Nah, ini adalah tujuan utama kedua saya setelah mural. Jadi galeri ini adalah galeri yang lumayan hits di Semarang. Karya yang dipamerkan tidak melulu itu-itu saja, berubah secara berkala sesuai ketersediaan karya. Letaknya di samping Gereja Blenduk. Tiket masuknya Rp 10.000/orang. Setelah tangan dicap, boleh masuk dan foto sepuasnya, tapi tidak boleh menyentuh barang yang dipamerkan.



Nah setelah bayar, dapet cap beginian
Beware, buat yang pake rok :D
Retro Café

Kami iseng nyobain café yang kami temukan waktu jalan cari mural tadi. Konsep retronya nggak main-main. Range harga menunya start from 5K. Ada photo boot di setiap sudutnya. Kalau cuma mau cari background foto sih sampe tumpeh-tumpeh deh. Yang nggak nahan cuma panasnyaaaa…..

Kakak iparnya Herbie
Lihat sebelah kanan, disediain wardrobe juga
Jangan dinaiki

Masjid Agung Jawa Tengah

Berdasarkan informasi yang kami himpun dari GPS (Gunakan Penduduk Setempat), akses dari Kota Lama menuju MAJT lebih enak pakai taksi. Karena ngga ada bus/angkot yang direct, semuanya harus oper-oper beberapa kali. Bukannya kami manja, tapi kami juga memperhitungkan masalah waktu, karena lamanya waktu ngetem angkot hanyalah pak sopir dan tuhan yang tahu. Excuse. Ongkos taksi Kota Lama – MAJT adalah Rp 25.000. Sudah tentu lebih mehol dari angkot/bus.




Entah kenapa saya merasa MAJT ini not that sacred, kesan relijinya ngga lagi kental gitu. Mungkin karena buanyaaak sekali pengunjung, ramai bukan main, sampai ke dalam tempat ibadah pun. Selain itu tepat di sebelah masjid terdapat satu gedung pertemuan yang dipakai hajatan dengan background music tembang kenangan Yuni Shara. Ya meskipun ngga mengganggu jamaah sih, cuma kok kerasanya gimana gitu. Tapi tetep ya, bangunan MAJT ini keren. Gagah dan elegan.





Dari angkot ke angkot

Done MAJT, kembali ke jurus andalan. TANYA. Dapat info dari Pak Sopir Taksi yang mengantar kami tadi bahwa dari MAJT kami bisa naik bus apa saja yang lewat di depan masjid menuju terminal. Masih belum yakin kami tanya ke Mas-mas tukang parkir masjid. Informasinya sama, tapi kalau naik bus nunggunya bakal lamaaaa banget. Naik angkot bisa cepet tapi harus transit-transit. Karena bimbang, kami memutuskan untuk ngadem dulu di alfamart. Oh ya btw, tujuan kami selanjutnya adalah Cimory.

“Piye Mblo? Numpak opo ki?” kataku sambil mengusap peluh.
“Lha piye? Yen bus kesuen ki selak entek wektune,” jawabnya sambil mengusap iler.
“Takon bapake kui coba,” kataku sambil mengusap air mata.

Oke, sesi wawancara dengan Bapak tadi selesai. Kami memutuskan naik angkot. Bapaknya baik banget. Dia jualan, kami nggak beli, nerocos tanya terus, tapi kami ngga diketusin. Udah gitu dicegatin pula angkotnya. Kamu terlalu baik Pak buat akkoohh…
Di dalem angkot, kami kasak-kusuk berdua, bisik-bisik cemas karena nggak yakin mau turun dimana. Lalu seorang Ibu paruh baya di depan kami merasakan keanehan,

“Turun mana Mbak?”
“Lampu merah depan situ, Bu”
“Lha mau kemana to?”
“Mau ke Cimory,”
“O kalau mau ke Cimory ya turunnya disana aja. Sekarang udah ngga ada bus ke Ambarawa yang lewat lampu merah depan situ. Nanti trus mbak oper Daihatsu turun Banyumanik. Nah cari bus ke Ambarawanya dari Banyumanik,”

Kemudian di mata saya Ibu tadi berubah jadi malaikat dengan wajah teduh mirip Marini Zumarnis dan sayap bersih menggelepar-gelepar sambil pegang light stick.

Well done! Kami sampai Banyumanik dengan selamat. Yang nggak well done adalah bus Ambarawanya. Jadi bus yang kami tumpangi ini ngga ada kernetnya. Model-model bus kecil tapi cuma ada satu pintu depan sopir dan satu pintu penumpang sebelah kiri, mirip angkot. Tempat duduknya irit banget, kiri satu deret, kanan dua deret, setiap deretnya ada 3 kursi. Kalo mau turun harus berdiri dulu, ngedeketin sopir lalu bisikin sambil back hug, “ruko depan kiri ya bang”. Abaikan. Saya beneran nggak paham ini jenis bus apa.


Cimory

17.00. Kami baru sadar, sejak pagi belum makan nasi. Tanpa pengen kemana-kemana dulu kami langsung menuju tempat makan. Pelayanan order makanan di Cimory ini rapih banget. Kalau mau makan, kita diwajibkan untuk mengambil nomor antrian dulu di depan. Setelah dipanggil, kita dikasih nomor meja yang udah disiapin atas nama kita. Bagusnya, pengunjung resto jadi tertata rapi nggak semrawut. Tapi nggak enaknya, kita jadi nggak bisa pilih tempat. Makanan di Cimory ini terbilang enak dan porsinya juga cukup besar. Selain resto, juga ada taman dan mainan untuk anak-anak. Yang makan di resto bisa akses gratis, non-resto ada HTMnya Rp 10.000 per orang.


Menjelang malam, romantis ya

Trade mark nih, ramenya bukan main

I'm so in love sama lampu-lampu ini

Ini juga

Well then, setelah melewati banyak kesenangan dan kelelahan, kami tepar di perjalanan pulang.
Berikut beberapa tips kalau jalan-jalanmu tiba-tiba meleset dari rencana :
  • Tetep fokus
  • Jangan panik
  • Jangan betean, apalagi baperan
  • Sing penting yakin!!!
Dan pas perjalanan pulang saya jadi mikir, kemarin saya bilang ke partner kalau pengen jalan yang ada ceritanya. Mungkin karena itu dia sengaja telat ke stasiun….

Emma

Tidak ada komentar: